Sabtu, 27 Desember 2008

Kang Tuko Gantikan Yudi Pimpin Kapas Kanopi


Kepengurusan LSM Kapas Kanopi mengalami perubahan menyusul berakhir masa jabatan pengurus lama. Kamis (25/12) malam lalu Tyas Tuko Tuhu terpilih sebagai direktur eksekutif LSM Kapas Kanopi periode 1999-2011 dalam mubes dewan pendiri yang berlangsung di kantor kanopi jalan lintas Tebo Bungo KM 4.


Pria yang biasa disapa kang Tuko itu terpilih setelah unggul suara atas Direktur lama, Wahyudi yang kembali mencalonkan diri kandidat. Dalam voting terbuka tersebut Tuko memperoleh 3 suara sedangkan Wahyudi hanya 1 suara dan 2 suara lainnya abstain.


Direktur terpilih, Tuko mengatakan dirinya sangat menghormati atas kepercayaan dan amanat yang diembankan kepadanya. Dirinya berkomitmen dalam memimpin diriya bertekad untuk memajukan LSM Kapas Kanopi. Langkah pertama dengan pembenahan struktur organisasi dengan merangkul kandidat yang kalah serta pembenahan lainnya.


“Kepercayaan memimpin organisasi sebesar Kapas Kanopi ini merupakan amanat dan tanggung jawab yang sangat besar dan saya akan berusaha untuk menjalankannya,” katanya.


Direktur Kapas Kanopi, Wahyudi mengharapkan direktur terpilih untuk dapat meneruskan program-program Kapas Kanopi. Dirinya berharap Direktur baru dapat membenahi beberapa hal yang diakuinya belum optimal.


Sementara para dewan pendiri berharap direktur baru dapat bekerja dan bertanggung jawab tidak hanya kepada lembaga tetapi juga masyarakat Tebo secara umum. “Karena seiring dengan besarnya organisasi ini, tanggung jawabnya akan semakin besar,” kata Gaman Sakti, salah seorang dewan pendiri.


LSM Kapas Kanopi merupakan sebuah LSM kabupaten Tebo yang bergerak di bidang lingkungan dan terus mengalami perkembangan. LSM ini membawahi beberapa divisi seperti Kelompok Pencita Alam (KPA) Kanopi dan kelompok seni yang saat ini berjumlah puluhan anggota .

Jumat, 18 Juli 2008

Lampung Menuju Tanpa Hutan

Oleh Hisar Sitanggang

Lampung tanpa hutan bukan sekedar ancaman atau isapan jempol. Tingkat kerusakan hutan, baik di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi di Lampung sudah sangat mengkhawatirkan.

Luas hutan Lampung sekitar 1.004.735 ha atau 34 persen dari luas Provinsi Lampung. Bappeda Provinsi Lampung mengungkapkan pada 2007 kerusakan kawasan hutan lindung mencapai lebih dari 80 persen, sedangkan areal hutan produksi terbatas dan kawasan hutan produksi yang rusak masing-masing 67,5 persen dan 76 persen. Kerusakan hutan di Lampung adalah yang terparah di Sumatera.

Dengan melihat laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,03 persen dalam tujuh tahun terakhir serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka ancaman atas keberadaan hutan tersisa semakin besar.

Penduduk Lampung pada 2000 mencapai 6,6 juta jiwa dan pada 2007 membengka menjadi 7,5 juta jiwa.

Meski termasuk provinsi termiskin di Indonesia, namun laju pertumbuhan ekonomi Lampung pada 2008 diperkirakan di atas pertumbuhan nasional. Pada triwulan I 2008, pertumbuhan perekonomian Lampung mencapai 7,23 persen.

Sektor pertanian adalah kontributor utama atas pertumbuhan perekonomian Lampung. Sayangnya aktivitas pertanian itu ternyata merambah juga hingga ke kawasan hutan lindung, seperti terjadi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dan juga kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman (Tahura WAR).

Hasil perambahan hutan di TNBBS setiap tahunnya diperkirakan Rp10 miliar, sehingga WWF-Indonesia pernah sampai mengeluarkan peringatan kepada pembeli internasional tentang kopi Lampung yang tercampur dengan kopi hasil perambahan.

AEKI Lampung menyebutkan total produksi kopi hasil perambahan di TNBSS berkisar 19 persen dari total ekspor kopi Lampung tahun 2007 (sekitar 180.000- 190.000 ton)

Menurut Kepala TNBBS, Kurnia RN, perambahan hutan lindung di kawasan TNBBS hingga sekarang masih tetap berlangsung.

"Ancaman utama terhadap TNBBS sebagai salah satu warisan dunia bukan lagi dari illegal logging, tetapi perambahan hutan untuk dijadikan sebagai tempat pertanian kopi, kakao dan tanaman lainnya," katanya.

Menurutnya, luas TNBBS sekitar 356.800 ha, dan sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Luas lahan TNBBS yang dijadikan sebagai permukiman atau pertanian mencapai 60.000 ha dengan jumlah penduduk sedikitnya 19.000 KK.

Ia juga menyebutkan di kawasan TNBBS bahkan telah terdapat satu perkampungan di wilayah administrasi Kecamatan Suo, Kabupaten Lampung Barat.

Perambahan hutan TNBBS untuk dijadikan sebagai tempat pertanian kopi marak sejak era reformasi (1998), dan sebagian besar para perambah itu justru datang dari Pulau Jawa.

"Jadi perambahnya bukan hanya dari penduduk setempat, juga pendatang. Karena nilai kopi mahal maka tanaman itu yang banyak ditanam para perambah," katanya

Gambaran kerusakan hutan Lampung lainnya bisa dilihat dari keberadaan Tahura WAR.

Tahura WAR berjarak sekitar 15 km dari kota Bandarlampung, terletak di lintas kota Bandarlampung dan Kabupaten Pesawaran.

Menurut Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Tahura WAR, kerusakan taman hutan raya itu semakin mengkhawatirkan, dan kerusakan itu telah mencapai lebih dari 61 persen dari luas areal hutan tersebut.

Lahan yang masih bervegetasi hutan sekitar 39 persen dari total luas Tahura sekitar 22.249,31 ha, sementara kebun campuran meliputi 55 persen, semak belukar 1 persen dan perladangan sekitar 5 persen.

Kawasan hutan yang mengalami degradasi itu, misalnya terdapat di daerah Padang Cermin, Kedondong dan Way Lima.

Permasalahan yang dihadapi Tahura WAR, di antaranya adalah kegiatan usaha budidaya tanaman pertanian dan perkebunan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan dengan cakupan luasnya sekitar 12.306,97 ha atau 55 persen dari total luas Tahura WAR.

Selain itu, terdapat permukiman di 47 titik, adanya klaim lahan oleh kelompok masyarakat di wilayah Padang Cermin dan Kedondong Way Lima, masih terjadi illegal logging dan terjadi penggeseran tapal batas.

Tahura WAR dikelilingi tujuh wilayah kecamatan. Hasil sensus tahun 2002 menunjukkan, terdapat sekitar 23.489 KK yang tinggal di dalam dalam dan sekitar kawasan Tahura WAR


Lebih serius

Satu kunci penting untuk menyelamatkan hutan tersisa yang semakin berkurang, adalah menumbuhkan kesadaran para "stake holders" untuk menjaga keberadan hutan tersisa.

Berkaitan itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung meminta Gubernur Lampung, Syamsurya Ryacudu untuk lebih serius memberikan perhatian yang mendalam atas kerusakan parah hutan di Lampung sekarang. Pemerintah juga diminta serius mengevaluasi kinerja aparat yang terkait dalam pengelolaan hutan.

"Seharusnya kawasan hutan yang rusak direhabilitasi dan yang ada dipertahankan keberadaannya. Ternyata kawasan hutan tetap atau tambah rusak parah," Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Mukri Friatna.

Tokoh Lampung, Alzier Dianis Thabranie, mengatakan, kerusakan kawasan hutan di Lampung memang telah berlangsung sejak dulu dan terus berlanjut hingga sekarang.

Meski kerusakan hutan sudah parah, ia melihat tindakan pemerintah daerah setempat belum optimal untuk mengambil langkah-langkah yang perlu dalam rangka mencegah kerusakan hutan itu semakin meluas.

Langkah serius yang perlu diambil pemerintah itu, baik Pemda maupun Departemen Kehutanan, harus berupa tindakan yang kongkrit, konsisten dan tegas mengatasi perambahan hutan dan "illegal logging".

"Kebijakan keliru seperti pembangunan yang mengabaikan kehutanan dan lingkungan juga harus dicegah. Demikian pula penataan ruang tidak boleh hanya mengadopsi kepentingan segelintir orang," kata Thabranie.

Menurut Thabranie pemerintah juga jangan terlalu kerap mengeluarkan peraturan daerah yang membuka dilakukannya eksploitasi hutan.

Salah satu kebijakan pemerintah yang tidak konsisten sehingga mendapatkan tentangan keras dari penggiat masalah lingkungan adalah diizinkannya kegiatan pertambangan di hutan lindung, termasuk kegiatan pertambangan PT PT Natarang Mining (NM) di kawasan hutan lindung di wilayah Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat dan Tanggamus.

PP No 2 tahun 2008 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Pembangunan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan, juga akan mengancam keberadaan hutan lindung di Lampung.

Untuk menyelamatkan hutan tersisa, serangkaian kebijakan yang terarah dan tegas dalam implementasinya adalah yang diperlukan.

Para bupati yang semestinya berada di baris terdepan untuk mempertahankannya, terutama berani menolak setiap kebijakan atau peraturan yang mengancam keberadan hutan lindung, karena hutan itu berada di wilayahnya.

Merelokasi perambah hutan memang bukan hal yang mudah, dan biayanya pun sangat besar. Karenanya, upaya merelokasi perambah itu harus melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten, terutama dalam pembiayaannya.

Walhi telah berulangkali menyuarakan bahwa kebijakan yang tidak berpihak kepada pelestarian lingkungan dan maraknya illegal logging merupakan faktor utama penyebab kerusakan hutan Lampung.

Walhi juga mendesak pemerintah daerah untuk menolak kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung, karena manfaatnya jauh lebih kecil dibandingkan kerugian sosial ekologisnya.

Membangun hutan baru dan melibatkan masyarakat dalam merehabilitasi hutan, adalah saran yang banyak dilontarkan penggiat masalah lingkungan. Berkaitan itu, masyarakat di sekitar kawasan hutan perlu digerakkan agar berperan untuk memperbaiki dan menjaga hutan, sekaligus memanfaatkannya.(*)Bandarlampung, (ANTARA News)

Rabu, 16 Juli 2008

Pemanasan Global Landa Indonesia Sejak 1990-an

Dampak pemanasan global akibat naiknya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi telah mulai melanda Indonesia sejak 1990-an, ditandai perubahan iklim yang bergeser dari siklusnya.

Dulu musim kemarau berlangsung pada Maret hingga September sedangkan musim penghujan pada Oktober hingga Februari tiap tahunnya, tapi kini siklus tersebut tidak lagi seperti itu, kata Pakar Lingkungan dari Universitas Bung Hatta (UBH), Prof Dr Ir H Nasfryzal Carlo M.Sc di Padang, Selasa.

Carlo merupakan guru besar bidang ilmu rekayasa lingkungan dan pengolahan limbah pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta (UBH).

Ia menjelaskan, pemanasan global terjadi karena meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer bumi dan dampaknya mulai terjadi di banyak kawasan di dunia termasuk Indonesia.

Menurut dia, berdasarkan riset jangka panjang dilakukan sejumlah ahli menyimpulkan, di Indonesia sejak tahun 1990-an, musim kemarau mengalami percepatan 40 hari dan musim hujan bisa mundur sampai empat dasarian.

Akibat perubahan itu, menyebabkan musim kemarau menjadi lebih lama 80 hari, sebaliknya musim hujan berkurang 80 hari dari kondisi normal, katanya.

Ia menambahkan, akibat perubahan itu, pola tanam dan produksi pertanian menjadi tidak menentu yang akhirnya krisis pangan akan melanda.

Carlo menjelaskan, pemanasan global akan diikuti perubahan iklim seperti naiknya curah hujan di beberapa belahan bumi yang menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor, tapi sebaliknya di belahan bumi lainnya mengalami kekeringan berkepanjangan.

Pemanasan global dan perubahan iklim, menurut dia, terjadi akibat aktifitas manusia dalam proses pembangunan terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara).

Kemudian aktivitas yang berhubungan dengan hutan, pertanian dan peternakan, tambahnya.

Ia menyatakan, aktifitas itu baik langsung maupun tidak langsung menyebabkan perubahan komposisi alami atmosfer bumi.

Untuk mengurangi dampak pemanasan global, Nasfryzal Carlo, mengatakan, gaya hidup selaras dengan alam (living green) perlu mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah di dunia.

Ia mengatakan, hidup selaras dengan alam akan meminimalkan pemanasan global dengan mengurangi pelepasan gas rumah kaca dan mencegah terjadinya pencemaran udara lainnya ke atmosfer.

Karena itu, gaya hidup selaras dengan alam menjadi keharusan dalam kehidupan sehari-hari bagi oleh pemerintah mapun masyarakat di dunia, tambahnya.

Ia menjelaskan, langkah-langkah gaya hidup selaras dengan alam itu seperti, menghemat pemakaian arus listrik dan bahan bakar minyak (BBM).

Gaya ini diwujudkan dengan mematikan lampu listrik yang tidak penting, mematikan komputer ketika tidak bekerja, mematikan alat pendingin ketika tidak berada di dalam ruangan dan mematikan televisi saat tidak menonton.

Kemudian, menghindari penggunaan lift atau eskalator pada bangunan berlantai dua, memaksimalkan penggunaan transportasi umum dan kendaraan yang berbahan bakar gas atau biodiesel.

Selanjutnya, memakai kendaraan bebas polusi seperti sepeda dan becak, menhindari pembakaran sampah, menerapkan konsep 3R (reduce, reuse and recycle atau mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang) dalam sistim pengelolaan sampah.

Gaya lainnya, mendesain bangunan dengan sirkulasi udara dan pencahayaan alami, mengontrol emisi operasional perusahaan, membeli produk lokal untuk mengurangi transportasi barang-barang impor dan jika terpaksa beli produk impor yang mempunyai ercycle logo.

Hidup selaras dengan alam, kata Carlo, juga diimplementasikan dengan mengganti tas belanja dari bahan plastik ke bahan kain atau bahan organik lainnya, menggunakan kertas pada kedua sisi dan mendaur ulang kembali, menebang pohon yang harus diikuti penanaman kembali dan membuka lahan dengan cara tidak membakar.

Berikutnya, menghentikan penebangan hutan secara liar, membudayakan gemar menanam pohon, menggunakan taman hidup sebagai pagar dan merubah gaya hidup untuk menyelamatkan bumi, tambahnya.

Sementara itu, khusus bagi pemerintah dan pihak-pihak pengambil kebijakan diminta lebih aktif mematuhi dan melaksanakan ketentuan dan aturan menjaga lingkungan secara konsekwen, demikian Prof Dr Ir H Nasfryzal Carlo M.Sc.(*)

(ANTARA News)

Kamis, 26 Juni 2008

Indonesia Tuan Rumah Konvensi Basel Ke-9

Denpasar,-Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Antar Bangsa Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tingkat Dunia, atau Konvensi Basel ke-9 (Conference of the Parties -COP) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali pada tanggal 23 hingga 27 Juni 2008.

Konferensi Basel merupakan perjanjian internasional yang bertujuan mengendalikan pemindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Konferensi akan dihadiri sekitar 1.000 peserta dari 170 negara, 30 menteri atau pejabat setingkat menteri.

Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Rachmat Witoelar selaku presiden COP, dijadwalkan akan membuka konferensi ini.

Konferensi sendiri akan membahas mengenai lima isu.Pertama, persoalan teknis limbah pembongkaran kapal, limbah elektronik, dan Reuse, Recycle, and Recovery (3R). Kedua, persoalan hukum mengenai larangan impor limbah.Ketiga, peningkatan kerjasama kelembagaan dengan konvensi kimia lainnya. Keempat, kerjasama regional penguatan posisi konvensi Basel. Kelima, tentang forum dunia mengenai manajemen limbah berkaitan dengan kesehatan manusia.

Letak strategis Indonesia dan termasuk dalam negara kepulauan, membuat Indonesia rawan terhadap penyelundupan dan pengiriman limbah B3 ilegal.

Diharapkan dengan konferensi ini disepakati kerjasama dan peraturan mengenai pelintasan bahan beracun lintas negara dan penanganan limbah B3 di negara masing-masing.

Konvensi Basel disepakati di Basel, Swiss pada Maret 1989 dan mulai berlaku resmi pada tahun 1992.Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut sejak 1993 melalui Keputusan Presiden No 61 tahun 1993. (*)(ANTARA News)

Jumat, 09 Mei 2008

Banyak Satwa di Jambi Terancam Punah

Jambi,Sigombak - Banyak satwa langka di Jambi terancam punah seperti Harimau Sumatera (panthera tigris Sumaterae), gajah Sumatera (elephas malcius Sumaterae), dan orangutan (pongo pygmaeus).

Manajer Frankfurt Zoological Society (FZS), Krismanko J Padang di Jambi, Jumat mengatakan, ancaman kepunahan satwa dilindungi itu akibat ulah manusia merusak hutan dan mengkonversi lahan hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit besar-besaran, juga perburuan.

Pada 3 Mei 2008 ditemukan empat bangkai gajah Sumatera di kawasan perkebunan sawit PT Ragunas di Desa Muaro Sekalo, Kabupaten Tebo, Jambi.

Gajah Sumatera yang diperkirakan tiga ekor usia dewasa dan satu ekor anak diduga sengaja dibunuh dengan racun setelah mati lalu dibakar.

Hal seperti itu membuat gajah Sumatera di Jambi, terutama di tempat habitatnya di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) Kab. Tebo, bisa punah.

Sekarang saja populasinya di TNBT hanya tinggal antara 50-70 ekor. TNBT kini juga dijadikan FZS tempat penelitian dan pengembangbiakan orangutan.

Sementara harimau Sumatera yang masih terdapat di sejumlah wilayah TNBT, Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) di Kab. Sarolangun dan Kab. Batanghari, serta Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kabupaten Kerinci, juga terancam punah.

Satwa langka itu kini terdesak keluar hutan, karena hutan rusak akibat pembalakan liar (ilegal logging) dan pembukaan lahan perkebunan.(*) (ANTARA News)


Masyarakat Badui Minta Perusak Hutan Lindung Ditindak Tegas


Lebak,Sigombak - Masyarakat komunitas Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, meminta pelaku perusak hutan lindung ditindak tegas karena dapat menimbulkan bencana banjir serta longsoran tanah.

"Kami sebagai warga Badui tentu memelihara serta menjaga hutan lindung yang ada di kawasan tanah adat," kata Ketua Lembaga Adat Badui, Saidi, yang memimpin acara perayaan Seba dihadapan Bupati Lebak, Jumat malam.

Ia mengatakan, sampai saat ini masih ada pelaku penebangan liar di hutan lindung serta penyerobotan tanah hak ulayat Badui dengan mendirikan bangunan gubuk di blok perbatasan.

"Pembangunan gubuk itu kami telah melaporkan kepada aparat kepolisian dan pemerintah kecamatan dan kabupaten, namun hingga kini mereka belum ditindak tegas secara hukum," katanya.

Menurut dia, kawasan Badui seluas 5.103 hektare dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa sudah memiliki ketetapan hukum yang diatur oleh peraturan daerah (Perda) nomor 32 tahun 1998 lalu.

Oleh karena itu, jika orang luar merusak atau melakukan penebangan liar di hutan lindung mereka harus ditindak tegas oleh aparat kepolisian.

"Untuk itu, kami minta perlindungan hukum agar tanah hak ulayat Badui tidak dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab," kata Ketua Lembaga Adat Badui.

Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Dainah, di tempat terpisah, menegaskan pihaknya hingga kini seminggu dua kali bersama warga Badui melakukan pengawasan hutan-hutan lindung di kawasan tanah ulayat.

Pengawasan itu, kata dia, dalam upaya mencegah terjadi kerusakan hutan lindung dari orang-orang luar yang melakukan penebangan liar.

Sebab, kata dia, jika hutan lindung itu gundul tentu yang rugi bukan hanya warga Badui saja, melainkan daerah Rangkasbitung, Serang, Cilegon dan Tangerang akan kesulitan air bersih juga terjadi bencana alam seperti banjir,longsoran tanah. Apalagi, kawasan tanah ulayat Badui termasuk daerah sumber mata air yang harus dijaga kelestarian alam dan hutan.

"Memang, saat ini kerusakan hutan lindung tidak separah tahun 1998 lalu akibat adanya penebangan liar itu," ujar Dainah yang juga sebagai kepala pemerintahan suku Badui.

Sementara itu, Bupati Kabupaten Lebak, H Mulyadi Jayabaya, mengemukakan, pihaknya berjanji akan memberikan bantuan kepada warga Baduy untuk membangun pagar pembatas di lokasi tanah ulayat sehingga aman dari pencurian kayu atau binatang ternak milik masyarakat luar.

"Insya-Allah, saya akan membantu pembangunan pagar pembatas tanah ulayat Badui sepanjang enam kilometer," katanya menambahkan. (*)(ANTARA News)

Informasi Lingkungan

Perusak Lingkungan Harus Dihukum Berat



Jambi,sigombak- Para perusak lingkungan termasuk pengusaha yang terbukti melakukan praktik pembalakan liar harus dihukum berat, karena telah merusak lingkungan di Indonesia yang kondisinya kini memprihatinkan.

"Aparat penegak hukum harus menerapkan undang-undang berlapis, baik UU Pidana maupun UU linkungan kepada para penjahat perusak lingkungan itu," kata mantan Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Feri Irawan di Jambi, Kamis.

Kerusakan lingkungan di Indonesia yang terparah, kerusakan hutan dan lahan akibat hukuman yang diterapkan kepada para pelaku cukup ringan atau tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan.

Kerusakan hutan akibat pembalakan liar (ilegal logging) dan ulah para pengusaha Hak Pengusaha Hutan (HPH) yang tidak melakukan penghijauan telah menimbulkan berbagai bencana alam banjir, dan kebakaran hutan.

Korban jiwa dan harta benda pun sudah tidak terhitung akibat kerusakan lingkungan itu.

Ia juga menegaskan, negara-negara Asean merupakan negara yang paling banyak menampung kayu hasil pembalakan liar (ilegal logging) dari Indonesia.

Pemerintah Indonesia juga dinilai selama ini gagal menanggulangi kebakaran hutan dan asap sehingga yang menjadi korban adalah masyarakat kecil dan kerusakan lingkungan hutan kian parah.

Kegagalan itu juga disebabkan pemerintah tidak mampu menangkap para pelaku terutama pihak perusahaan yang nyata-nyata menjadi biang keladi penyebab kebakaran hutan dan kerusakan lingkungan. (ANTARA News)



Pemanasan Global Ancam Spesies Tropis


Jakarta, Sigombak- Para peneliti dari UCLA dan Universitas Washington, Amerika Serikat, melaporkan dalam jurnal "Proceedings of the National Academy of Sciences" bahwa pemanasan global sangat mengancam keberadaan berbagai spesies tropis di dunia.

Pada saat bersamaan, sedikit saja kenaikan suhu Bumi sudah membuat sebagian organisme, terutama serangga, ke kemampuan maksimal mereka untuk mentolerir temperatur.

Dikutip dari situs www.eurekalert.com, Jumat, Curtis Deutsch peneliti dari UCLA mengatakan, "Di kawasan tropis, kebanyakan hewan yang kami teliti mulai dari serangga hingga amfibi dan reptil, sudah hidup dalam daya tahan temperatur yang maksimal."

"Ketika fenomena pemanasan global mulai terjadi, kondisi mereka memburuk. Bahkan kenaikan suhu yang tidak terlalu tinggi pun memangkas tingkat pertumbuhan populasi," kata Curtis Deutsch.

Keberadaan satwa dan flora di kawasan tropis sangatlah penting bagi stabilitas hayati dunia.

"Kekayaan hayati di planet ini berpusat di kawasan beriklim tropis. Kawasan ini pula terdapat demikian banyak spesies mahluk hidup," ujarnya.

Menurut Deutsch, kajian yang dilakukan timnya mendapati bahwa pemanasan global telah mengganggu banyak spesies tropis, "Bahkan apa-apa yang mengganggu serangga, itu juga mengganggu ekosistem secara keseluruhan."

Ia merinci, peran serangga di ekosistem sangat penting. Fauna ini menyebarkan benih tanaman dan pengolah nutrisi sehingga organisme lain bisa mengambil manfaatnya.

"Itu sebabnya ancaman terhadap serangga juga menjadi ancaman bagi ekosistem kita," kata dia.

Dalam penelitian diperkirakan kenaikan suhu global akan mengurangi kemampuan spesies untuk reproduksi, lalu bila suhu terus naik maka hewan tropis pun akan sulit bertahan hidup.

"Penelitian kami berkesimpulan antara lain; bila tidak ada adaptasi atau migrasi populasi spesies tropis sama sekali, maka jumlah mereka akan menurut drastis akibat pemanasan global," kata dia.

Penelitian bukan hanya mengamati populasi serangga, melainkan berbagai spesies seperti kadal, kura-kura, dan katak yang menunjukan pola serupa dengan serangga. (ANTARA News)

Rabu, 07 Mei 2008

Empat Gajah Mati Di Bunuh, Terpotong Hangus Terbakar Dan

Tebo - Empat gajah ditemukan mati dengan kondisi tubuh terpotong-potong dan hangus terbakar di Desa Tuo Sumay dan Desa Muara Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, Sabtu (3/5). Gajah yang diperkirakan dibunuh satu atau dua pekan lalu itu diracun sebelum dibakar.
Saat ini polisi masih menyelidiki pelakunya.
Temuan tersebut didapat saat Kompas bersama tim Wildlife Protection Unit Frankfurt Zoological Society (WPU FZS), Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi, dan Kepolisian Resor Tebo memantau sekitar perkebunan sawit PT Regunas Agri Utama hingga perkebunan karet warga Desa Tuo Sumay dan Muara Sekalo pada Sabtu hingga Minggu (4/5). Jalur ini merupakan perlintasan gajah sumatera di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi.
Di Desa Tuo Sumay, tengkorak gajah induk dengan berat sekitar 25 kilogram, tulang rahang, gigi, dan sisa-sisa tulang ditemukan berserakan dalam satu lokasi. Tak jauh dari situ terdapat setumpuk tulang rusuk. Temuan serupa didapat pada dua lokasi di Muara Sekalo. Di tempat itu bahkan ada sisa telapak gajah dewasa.
Di empat lokasi tersebut terdapat sisa pembakaran dan tidak ditemukan gading. Tim juga menemukan organ tubuh gajah yang telah hangus.
Krismanto, anggota staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi untuk koordinasi WPU FZS, menduga gajah-gajah itu diracun terlebih dahulu, kemudian dibakar. Adapun gadingnya diduga diambil untuk dijual.
”Dari kondisi sisa tulang-tulang dan telapak kakinya, peristiwa pembakaran baru terjadi. Mungkin satu atau dua minggu ini,” ujar Krismanto.
Ruang menyempit
Habib, anggota WPU FZS, menambahkan, kawasan itu sejak lama menjadi perlintasan gajah. Akibat pembukaan sejumlah kebun sawit, ruang jelajah kelompok gajah kian menyempit.
”Biasanya mereka melintas hanya dua tahun sekali. Karena sekarang sumber makanan berubah jadi kebun sawit, ruang jelajah gajah menyempit. Mereka makin sering lewat dan makin agresif mencari makanan,” tutur Habib.
Kepala Desa Muara Sekalo M Ali menyatakan baru mengetahui ada pembakaran gajah tersebut. Menurut dia, selama ini masyarakat setempat tidak pernah membunuh gajah.
Warga mengusir gajah yang merusak kebun dengan cara memukul kentongan kencang-kencang sehingga gajah pergi menjauh.
Seluruh tengkorak dan tulang gajah yang ditemukan disimpan polisi. Kepala Satuan Reskrim Polres Tebo Iptu Faisal mengatakan, pihaknya akan meneliti lebih jauh kasus ini. Ia memperkirakan pembakaran gajah dilakukan banyak orang. Pihaknya akan segera meminta keterangan kepala desa dan warga setempat. (Kompas/ITA)

Jumat, 02 Mei 2008

Ragam Geliat KPA Kanopi





Diksar I Angkatan Mata Air KPA Kanopi Tebo Tanggal 26 - 27 Januari 2008 di Danau Tanduk Aburan Batang Tebo, Jambi. 23 Orang anggota baru KPA Kanopi berhasil melewati tahapan Diksar dengan menempuh ujian fisik, mental, dan teknik menyatu dengan ala


Ekspedisi Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Personil KPA Kanopi melakukan observasi orangutan di kawasan penangkaran reintroduksi orangutan di kawasan penyangga TNBT bersama Frankurt Zoological Society (FZS), sebuah NGO internasional dari Jerman yang bergerak di bidang pelestarian orangutan di desa Suo Suo Kecamatan SUmay Kabupaten Tebo Jambi.

Mirip Yang Lihat kan?



















KPA Kanopi Saat mengikuti jambore Panjat Tebing Alam di Tebing Alam Muaro Panco Kecamatan Sungai Manau kabupaten Merangin Tanggal 22-24 maret 2008.







Panjat Terusssss..........!!!!!!!!!!!

Kamis, 01 Mei 2008

Kapas Kanopi Galakkan Kali Bersih di Tebo

MUARATEBO - Lembaga Swadaya Masyarakat kapas kanopi Kabupaten Tebo cukup prihatin terhadap kondisi beberapa kali atau sungai di Kabupaten Tebo yang sudah tidak bersih lagi. Sebut saja kondisi anak Sungai Batang Tebo kini banyak terdapat sampah dari limbah Pasar Tradisional Muaratebo yang dibuang pedagang yang tak bertanggung jawab. Hal tersebut sudah dikeluhkan warga Desa Bungkal Kelurahan Pasar Tebo Tengah.

"Makanya kita menggalakkan gerakan kali bersih ini. Tentunya bukan hanya kami generasi muda saja yang akan dilibatkan, namun masyarakat sekitar Sungai Bungkal dan pihak pemerintah juga akan kami ajak," ujar Wahyudhi, Direktur NGO kapas kanopi yang selama ini eksis bergerak di bidang lingkungan, kemarin.

Dijelaskannya, pihaknya kemarin sudah melakukan survei lokasi, dan memang di lapangan ditemukan adanya penyumbatan arus air menuju Sungai Batangtebo tersebut diakibatkan banyaknya sampah yang menumpuk. Selain itu, juga adanya pembuangan limbah dari pabrik tahu yang diduga mencemari sungai tersebut.

"Soal bahaya atau tidaknya limbah itu, kita belum tahu. Yang jelas kita juga akan mengambil sampel untuk dikirim ke laboratorium. Yang paling penting adalah membersihkan kali secara bersama-sama sehingga ancaman banjir untuk Desa Bungkal yang rawan banjir terhindarkan," tuturnya sembari mengatakan, personil kapas kanopi yang akan diterjunkan sekitar 50 orang bersama warga melakukan gerakan kali/sungai bersih yang akan dilaksanakan besok.

Sementara Camat Tebo Tengah Hamdi mengatakan, pihaknya salut dan mendukung kegiatan yang dilakukan NGO kapas kanopi tersebut. Kegiatan gerakan kali bersih tersebut termasuk langka dilakukan di Tebo apalagi yang selaku nisiatornya adalah kalangan generasi muda.


Rabu, 30 April 2008

Kopel Tebo Gelar Workshop Implementasi Inpres Perlindungan Hutan


src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js" type="text/javascript">

TEBO-Komunitas Pelestari Lingkungan (Kopel) kumpulan lembaga yang terdiri dari LSM Kapas Kanopi, PC GP Ansor, KPA Kanopi, PC PMII, PC HMI, MPI dan Kompas Sigombak. Rabu 30 april menggelar workshop sehari penuh mengenai Optimalisasi Peran Serta Para Pihak dalam Upaya Perlindungan Kawasan Hutan di Kabupaten Tebo sebagai Implementasi Instruksi Presiden Nomor 04 tahun 2005.

Workshop tersebut atas Jaringan Kerja Penanggulangan Kejahatan Kehutanan (JKPKH) Jambi bersama EC-Indonesia FLEGT SP, Yayasan Cakrawala, AMPHAL, Yayasan Gita Buana, PSHK-ODA, Pemkab Tebo dan Dishut Tebo.

“workshop ini digelar diaula melati kantor Bupati Tebo, dengan menghadirkan pemateri dari Dishut Tebo, Kajari, Kapolres, Kopel Tebo, PSHK Otda, Cakrawala dan lainnya, dan sebagai keynote speaker yakni 2 orang staf ahli Menkopolhukam yakni Brigjend Polisi dan Brigjend Angkatan Darat, ”ujar Wahyudhi SE Koordinator Kopel Tebo kemarin.

Dijelaskannya, dilaksanakannya workshop tersebut diharapkan, mencari solusi upaya pemberantasan tindak kejahatan kehutanan di Indonesia pasca keluarnya Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2005 yang belum sepenuhnya dengan yang diharapkan. Secara kasat mata, upaya yang dilakukan para pihak berhasil menekan aktifitas illegal loging hanya saja upaya itu tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang berkeadilan.

“pada tingkatan operasi-operasi dilapangan, yang dilaksanakan oleh berbagai pihak. Masih belum efektif mengungkap pelaku utama dan jaringan pelaku kejahatan kehutanan. Upaya penegakan hukum kejahatan kehutanan di Indonesia khususnya di Propinsi Jambi tidak diimbangi dengan upaya pengungkapan modus pelaku kejahatan kehutanan, dari tindakan hukum atas aktifitas kejahatan yang mereka lakukan”jelasnya lagi

Makanya lanjutnya, dasar penyusunan pengembangan perencanaan untuk mendorong sinergi berbagai komponen parapihak yang meliputi komponen Masyarakat, Komunitas Masyarakat sipil/Organisasi masyarakat, serta Pemerintah dalam upaya perlindungan kawasan hutan lainnya di Propinsi Jambi khususnya Tebo. Perlu adanya dukungan Bupati Kabupaten Tebo, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten beserta Jajaran dan instansi yang berwenang, Pemerintahan desa dan Alim ulama, cerdik pandai serta kelompok pemuda pada desa – desa yang akan menjadi target penilaiaan. Serta pihak–pihak yang dilihat layak dan mampu memberikan kontribusi terhadap tujuan yang hendak dicapai.

“ini penting karena merupakan langkah awal untuk merumuskan pokok permasalahan mengenai kejahatan hutan tersebut, kritik dan saran serta masukan dari berbagai pertemuan formal maupun non formal yang akan diselenggarakan setelah pertemuan berlangsung sehingga kemudian dapat memberikan hasil dan dampak dalam menjawab permasalahan perlindungan kawasan hutan dan Kejahatan Kehutanan di Kabupaten Tebo ini”terangnya menandaskan

Acara Workshop tersebut diikuti para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, aparat desa, perguruan tinggi, mahasiswa dan lainnya. Diharapkan akan melahirkan salah satu pemikiran dan mensinergikan masalah kejahatan hutan dan upaya pemberantasannya di Tebo itu (why)

Tersangka Korupsi Hutan Produksi Di Tahan Kejaksaan

MUARATEBO-Kejaksaan Negeri (Kejari) Muara Tebo menahan Naim M Yusuf tersangka kasus dugaan korupsi jual beli lahan Hutan Produksi (HP) di Tebo. Dia di tahan pada rabu (30/4) sekitar pukul 19.00 WIB setelah diperiksa jaksa sekitar tiga jam. Saat ini Naim dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II B Muara Tebo.

Pria yang juga penyuluh KB ini datang ke Kejaksaan dengan di kawal beberapa Jaksa sekitar pukul 16.30 WIB. Sebelumnya, Naim di ciduk dari rumahnya di Desa Sungai Abang Kecamatan VII Koto. Selanjutnya Naim dan beberapa saksi yang dihadirkan menjalani pemeriksaan di Kejaksaan. Dalam pemeriksaan itu, Naim didampingi kuasa hukumnya.

Usai waktu magrib sekitar pukul 19.00 WIB, Dikawal Kasi Pidsus Rudi Bangun SH, Kasi Intel Yassin JP SH, Kasi Datun Azman Tanjung SH, dan jaksa lainnya, Naim resmi ditahan Kejaksaan. Prosesi pemindahan Naim dari Kejaksaan ke LP juga dikawal anggota Intelkam Polres Tebo yang dipimpin langsung Kasat Intel AKP Sutrisno.

Naim yang sore itu menggunakan baju warna krim dan jaket warna loreng terlihat santai saat di giring ke mobil. Dia hanya tersenyum tipis saat wartawan mengabadikan penangkapan penahanan itu. Dengan pengawalan seperlunya, Naim digelandang ke LP Muara Tebo.

Tersangka di tahan Kejaksaan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi jual beli lahan HP. Dalam kasus ini, kejaksaan telah memeriksa sekitar 10 orang saksi dari masyarakat. Saksi ahli juga telah dimintai keterangan.

Dari keterangan saksi dan alat bukti kwitansi penjualan, Naim di duga telah melakukan praktek jual beli lahan hutan milik negara. Selain Naim, Kejaksaan juga telah menetapkan Dekontri sebagai tersangka lain. Namun Dekontri saat ini belum berhasil di tahan Kejaksaan.



src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js" type="text/javascript">

Kasus Naik Ke Penyidikan

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Muara Tebo, Anwarudin Sulistiyono SH Mhum mengatakan penahanan dilakukan karena pada tahap awal penyelidikan (Lid) terdapat indikasi tindakan korupsi. Berangkat dari data awal itu, Kejaksaan meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan (Dik).

“Kasus ini naik ke tahap penyidikan dan untuk memudahkan dalam proses penyidikan, maka Kejaksaan memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka,” ujarnya saat ditemui rabu malam, usai proses penahanan. Sesuai KUHP, penahanan didasarkan mencegah kemungkinan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatan.

Disinggung tentang kerugian negara, Kejaksaan akan bekerjasama dengan BPKP Jambi untuk melakukan audit. Menurut Kejari, saat ini nilai kerugian yang ditimbulkan belum diketahui secara pasti. Kejaksaan masih mengumpulkan bukti dan saksi dalam kasus ini.

“Nilainya bisa saja ratusan juta ataupun mencapai milyaran rupiah. Saat ini kita terus melakukan pengembangan kasus ini,” ungkap Kajari sambil mengatakan kejaksaan juga belum menemukan indikasi keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. (why)

Senin, 28 April 2008

Kapas Kanopi Dalam Berita

Kapas Kanopi Galakkan Kali Bersih di Tebo

MUARATEBO - Lembaga Swadaya Masyarakat Kapas Kanopi Kabupaten Tebo cukup prihatin terhadap kondisi beberapa kali atau sungai di Kabupaten Tebo yang sudah tidak bersih lagi. Sebut saja kondisi anak Sungai Batang Tebo kini banyak terdapat sampah dari limbah Pasar Tradisional Muaratebo yang dibuang pedagang yang tak bertanggung jawab. Hal tersebut sudah dikeluhkan warga Desa Bungkal Kelurahan Pasar Tebo Tengah.

"Makanya kita menggalakkan gerakan kali bersih ini. Tentunya bukan hanya kami generasi muda saja yang akan dilibatkan, namun masyarakat sekitar Sungai Bungkal dan pihak pemerintah juga akan kami ajak," ujar Wahyudhi, Direktur NGO Kapas Kanopi yang selama ini eksis bergerak di bidang lingkungan, kemarin.

Dijelaskannya, pihaknya kemarin sudah melakukan survei lokasi, dan memang di lapangan ditemukan adanya penyumbatan arus air menuju Sungai Batangtebo tersebut diakibatkan banyaknya sampah yang menumpuk. Selain itu, juga adanya pembuangan limbah dari pabrik tahu yang diduga mencemari sungai tersebut.

"Soal bahaya atau tidaknya limbah itu, kita belum tahu. Yang jelas kita juga akan mengambil sampel untuk dikirim ke laboratorium. Yang paling penting adalah membersihkan kali secara bersama-sama sehingga ancaman banjir untuk Desa Bungkal yang rawan banjir terhindarkan," tuturnya sembari mengatakan, personil Kapas Kanopi yang akan diterjunkan sekitar 50 orang bersama warga melakukan gerakan kali/sungai bersih yang akan dilaksanakan besok.

Sementara Camat Tebo Tengah Hamdi mengatakan, pihaknya salut dan mendukung kegiatan yang dilakukan NGO Kapas Kanopi tersebut. Kegiatan gerakan kali bersih tersebut termasuk langka dilakukan di Tebo apalagi yang selaku nisiatornya adalah kalangan generasi muda.

"Kita akan kerahkan masyarakat Desa Bungkal khususnya yang tinggal sekitar sungai, untuk menumbuhkan kepedulian dan melakukan gerakan kali bersih bersama-sama. Kapanpun siap, hari ini pun saya siap. Apalagi saat ini hujan masih sering turun dan jika kali/sungai tidak dibersihkan dikhawatirkan akan terjadi banjir di Desa Bungkal," tukas Hamdi ditemui koran ini kemarin. (why)

Selamat Datang Di Alam Lestari


Kapas Kanopi adalah sebuah NGO yang bergerak di bidang lingkungan.